Senin, 11 Maret 2013

754 Balita Gizi Buruk di Sumut


Medan, Jumlah penderita gizi buruk di Sumatara Utara periode Januari-Desember 2012 mencapai tujuh ratusan.  Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara mencatat, terdapat 754 balita gizi buruk dan baru 372 anak yang mendapat dana pendamping untuk perawatan. Dana itu diberikan untuk biaya empat hari perawatan. Jumlahnya tak disebutkan.
Dari data tersebut, penderita gizi buruk terbesar, ya, di Kota Medan, yakni 143 balita, disusul Dairi 110, Asahan 45, dan Tapsel 41 balita. Kabupaten lain ada yang dua puluhan ada yang belasan balita.

Staf Program Gizi Yusuf Efendi Nasution, SKM menjelaskan, penyebab gizi buruk sulit diketahui apakah karena gizi buruk duluan baru ditambah serangan penyakit atau penyakit dulu baru gizi buruk. “Penyebabnya, multi faktor,” ujarnya saat diwawancarai di ruangannya, Kantor Dinkes Sumut, Jalan HM Yamin Medan, belum lama ini.

Pola makan si Balita yang tidak sehat, katanya, bisa menjadi pemicu sehingga tinggi badan dengan berat badannya tidak sesuai, atau berat badan dengan usianya. Tapi, sambungnya, bisa juga karena pola asuh yang tak benar. Pengasuhnya tidak menyediakan gizi yang sesuai peruntukan si balita.

Faktor kedua ini, gizi buruk tidak cuma terjadi bagi keluarga miskin tapi juga bagi anak orang kaya yang anaknya dititip sama keluarga atau pengasuhnya. Akan tetapi, katanya, pengasuhnya tak paham soal gizi anak. 

Baik faktor pola makan maupun pola asuh sama kuatnya menyebabkan gizi buruk. Tantangan lainnya, sambung Yusuf, kebiasaan si balita mengonsumsi jajanan yang mengandung penguat rasa atau Monosodium Glutamat (MSG) tak kalah berbahaya.

Sebab lain, lanjut Yusuf, pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif yang tidak tepat waktu. Dikatakan eksklusif, karena si bayi usia 0-6 bulan harus diberi minum ASI dan hanya ASI saja. “Di usia tersebut enzim pencernaan si bayi hanya bisa mencerna ASI. Kalau diberi di luar ASI, pertumbuhan si bayi tidak optimal,” katanya.

Penanggulangan

Upaya menanggulangi atu menekan jumlah penderita balita gizi buruk, pemerintah Provsu menggiatkan program kewaspadaan dini melalui surveilens rutin atas berat badan dan tinggi badan balita di posyandu dan puskesmas. Program lain, kata Yusuf, provsu akan terus melakukan penyuluhan pada orang tua maupun pengasuh si balita.

Program tersebut ditindaaklanjuti dengan usaha peningkatan kemampuan petugas kesehatan di posyandu dan puskesmas. Juga dibuatkan program Inisiasi Menyusui Dini bagi ibu yang pertama kali melahirkan ditambah konselor menyusui serta pemantauan pertumbuhan si balita secara rutin dan akurat.

Pemberian ASI eksklusif menurut Yusuf sangat tak bisa ditunda-tunda, apalagi sampai digantikan dengan susu formula, atas alasan apapun. Jika ingin anaknya sehat dan cerdas ASI adalah ideal. Apalagi kalau sampai si anak menderita gizi buruk.

Orang tua harus respek dan sensitif melihat kondisi perubahan berat badan, tinggi badan serta usia balitanya. Begitu juga dalam pola asuh dan pola makan. Perhatian dan pengawasan dari orang tua, katanya, jangan sampai kendor.

Selain pemberian ASI ekslusif, orang tua juga perlu memperkenalkan makanan sayur dan buah satu-satu jenis pada balitanya setelah melewati batas enam bulan. Begitu juga pemberian Makanan Pendamping ASI seperti bubur saring sebaiknya dilakukan secara bertahap. “Di usia setahun sudah bisa diberikan makanan yang lebih keras, tapi tetap memperhatikan porsi dan kondisi si balita.” ucapnya.  (dgh)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar