Permasalahan lain yang belum begitu diperhatikan adalah
masalah gangguan perkembangan dan perilaku pada anak sekolah. Gangguan
perkembangan dan perilaku pada anak sekolah sangat bervariatif. Bila tidak
dikenali dan ditangani sejak dini, gangguan ini akan mempengaruhi prestasi belajar
dan masa depan anak. Selanjutnya akan di tanggulangi tentang permasalahan
kesehatan anak usia sekolah di antaranya adalah penyakit menular, penyakit non
infeksi, gangguan pertumbuhan, gangguan perkembangan dan perkembangan perilaku (Judarwanto,2006).
Ada 3 hal yang mempengaruhi perkembangan kecerdasan seseorang yaitu genetik, lingkungan, dan gizi. Faktor genetik merupakan potensi dasar dalam perkembangan kecerdasan. Tetapi faktor genetik ini bukan yang terpenting, sampai saat ini belum ada penelitian yang menunjukkan diantara ketiga faktor tersebut yang berperan lebih besar. Tetapi yang pasti, masa pesat tumbuh (grow spurt) otak berbagai organisme berbeda-beda. Pada manusia, masa cepat tumbuh otak terjadi pada sekitar masa kelahiran yakni sampai bayi berusia 18 bulan. Jumlah sel otak yang dicapai pada waktu lahir sekitar 66 %, sedangkan berat otak baru mencapai 27 % (Khomsan, 2002).
Ada 3 hal yang mempengaruhi perkembangan kecerdasan seseorang yaitu genetik, lingkungan, dan gizi. Faktor genetik merupakan potensi dasar dalam perkembangan kecerdasan. Tetapi faktor genetik ini bukan yang terpenting, sampai saat ini belum ada penelitian yang menunjukkan diantara ketiga faktor tersebut yang berperan lebih besar. Tetapi yang pasti, masa pesat tumbuh (grow spurt) otak berbagai organisme berbeda-beda. Pada manusia, masa cepat tumbuh otak terjadi pada sekitar masa kelahiran yakni sampai bayi berusia 18 bulan. Jumlah sel otak yang dicapai pada waktu lahir sekitar 66 %, sedangkan berat otak baru mencapai 27 % (Khomsan, 2002).
KEP (Kekurangan Energi Protein) yang terjadi pada saat
janin berada dalam kandungan akan berdampak pada berkurangnya sel otak hingga
13 %. Dampak KEP sesudah lahir adalah berat otak berkurang 25 %. Dampak KEP
juga menyebabkan mielinisasi adalah proses pembentukan mielin yang berfungsi sebagai
penghantar impuls. KEP menyebabkan IQ berkurang, kemampuan bentuk
pengenalan geometrik rendah, dan kemampuan berkonsentrasi rendah. Ada anggapan
bahwa faktor sosial dan lingkungan dianggap lebih penting dalam menentukan
kecerdasan seorang anak, artinya anak-anak yang kekurangan gizi bisa mengejar
perkembangan mentalnya bila hidup dalam sosial dan lingkungan yang baik, tetapi
secara teoritis sebenarnya faktor sosial dan lingkungan ini berperan kecil bila
kekurangan gizi terjadi pada masa cepat tumbuh otak, karena kekurangan yang
terjadi pada masa tersebut bersifat irreversible (tidak dapat pulih)
(Khomsan, 2002).
Fullday school merupakan suatu sistem pendidikan yang waktu belajar siswa lebih panjang dibandingkan
dengan pendidikan pada umumnya, yaitu selama 5-6 jam (Bolldi et al, 1999 dalam
Prasetyowati), dengan demikian anak akan banyak menghabiskan waktu di
lingkungan sekolah, selama orang tuanya
bekerja hingga sore hari. Sistem
ini memberikan adanya fasilitas makan siang yang sangat penting bagi anak
sekolah dasar (Prasetyowati dan Gunanti, 2003).
Makanan yang diberikan di fullday school
memberikan kontribusi yang penting, makan siang memiliki kontribusi sebesar 2/5
dari total konsumsi makanan dalam sehari dengan asumsi makan siang lebih besar
dari makan pagi 1/5 dan sama dengan makan malam 2/5. Frekuensi dan waktu makan
yang bergizi yang memenuhi kebutuhan energi dan protein yang dianjurkan (Prasetyowati
dan Gunanti, 2003).
Penelitian mengenai efektivitas PMT-AS memperbaiki status
gizi di sebuah SD Negeri di Medan. Hasilnya, siswa yang tidak pernah sarapan
pagi 57,50 %. Fenomena ini berpengaruh pada status gizi. Ternyata mereka yang
mengalami status gizi kurang kalori, kurang protein, kurang zat besi, dan
kurang vitamin A, prevalensinya amat tinggi, masing-masing 50 %, 55 % , 25 %,
dan 40 %. Sementara itu, status gizi kurang yang dihitung berdasar berat
badan/umur (BB/U), prevalensinya lebih tinggi lagi, 62,5 % (Prasetyowati dan Gunanti,
2003).
Besarnya angka prevalensi status gizi kurang ini tidak
berbeda dengan kondisi yang terjadi secara umum di Indonesia. Hasil survei gizi
yang dilakukan di beberapa daerah di Pulau Jawa menunjukkan, konsumsi kalori,
protein, zat besi, dan vitamin A, umumnya rendah dibanding kecukupan gizi yang
disarankan Widya Karya Pangan dan Gizi 1998 terutama pada golongan rawan
biologis dan rawan pangan (Sibuea, 2003).
Tingginya prevalensi kurang gizi pada anak usia SD
berkorelasi dengan jenis makanan pendukung PMT-AS. Hasil penelitian menunjukkan
jenis makanan kudapan pendukung PMT-AS didominasi produk olahan nabati. Meski
ada bahan yang digunakan berasal dari hewani dan ikani-seperti daging, susu,
telur, mentega, dan udang, pada jenis makanan kudapan lepat jagung, tahu isi,
bakwan sayur, perkedel kentang, lepat ubi, pastel sayur, dan bolu ubi, namun
jumlahnya relatif kecil. Makanan tersebut menyebabkan rata-rata kandungan
protein dalam menu PMT-AS hanya 3,76 gram dan kandungan energinya, rata-rata
228,14 kalori. Padahal, agar dapat diterima sebagai makanan kudapan pendukung
program PMT-AS, produk tersebut harus mengandung 5 gram protein, 300 kalori
energi, dan sejumlah vitamin (terutama vitamin A), dan zat besi (Sibuea, 2003).
Salah satu upaya dalam mengatasi masalah gizi adalah
melalui Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT AS). PMT AS bukan hanya
memberikan makanan tambahan tetapi juga bertujuan mendorong kemandirian
masyarakat untuk secara swadaya melanjutkannya setelah program bantuan
pemerintah selesai, yakni bantuan pemerintah secara bertahap dikurangi dan
swadaya masyarakat atau keluarga semakin meningkat (Hartati, 2000).
Gizi yang cukup sangat penting bagi kesehatan, dan
kesejahteraan. Setiap orang akan cukup gizi jika makanan yang dikonsumsinya
mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal
(Suhadjo, 1996).
Periode anak usia sekolah didapatkan banyak permasalahan
kesehatan yang sangat menentukan kualitas anak di kemudian hari. Masalah
kesehatan tersebut meliputi perilaku hidup sehat, gangguan infeksi, gangguan
pertumbuhan, gangguan perkembangan, gangguan perilaku dan gangguan belajar (Gustian,2006).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar