Minggu, 18 November 2012

Gizi dan School Feeding 2



Permasalahan lain yang belum begitu diperhatikan adalah masalah gangguan perkembangan dan perilaku pada anak sekolah. Gangguan perkembangan dan perilaku pada anak sekolah sangat bervariatif. Bila tidak dikenali dan ditangani sejak dini, gangguan ini akan mempengaruhi prestasi belajar dan masa depan anak. Selanjutnya akan di tanggulangi tentang permasalahan kesehatan anak usia sekolah di antaranya adalah penyakit menular, penyakit non infeksi, gangguan pertumbuhan, gangguan perkembangan dan perkembangan perilaku (Judarwanto,2006).
            Ada 3 hal yang mempengaruhi perkembangan kecerdasan seseorang yaitu genetik, lingkungan, dan gizi. Faktor genetik merupakan potensi dasar dalam perkembangan kecerdasan. Tetapi faktor genetik ini bukan yang terpenting, sampai saat ini belum ada penelitian yang menunjukkan diantara ketiga faktor tersebut yang berperan lebih besar. Tetapi yang pasti, masa pesat tumbuh (grow spurt) otak berbagai organisme berbeda-beda. Pada manusia, masa cepat tumbuh otak terjadi pada sekitar masa kelahiran yakni sampai bayi berusia 18 bulan. Jumlah sel otak yang dicapai pada waktu lahir sekitar 66 %, sedangkan berat otak baru mencapai 27 % (Khomsan, 2002).
KEP (Kekurangan Energi Protein) yang terjadi pada saat janin berada dalam kandungan akan berdampak pada berkurangnya sel otak hingga 13 %. Dampak KEP sesudah lahir adalah berat otak berkurang 25 %. Dampak KEP juga menyebabkan mielinisasi adalah proses pembentukan  mielin yang berfungsi sebagai penghantar impuls. KEP menyebabkan IQ berkurang, kemampuan bentuk pengenalan geometrik rendah, dan kemampuan berkonsentrasi rendah. Ada anggapan bahwa faktor sosial dan lingkungan dianggap lebih penting dalam menentukan kecerdasan seorang anak, artinya anak-anak yang kekurangan gizi bisa mengejar perkembangan mentalnya bila hidup dalam sosial dan lingkungan yang baik, tetapi secara teoritis sebenarnya faktor sosial dan lingkungan ini berperan kecil bila kekurangan gizi terjadi pada masa cepat tumbuh otak, karena kekurangan yang terjadi pada masa tersebut bersifat irreversible (tidak dapat pulih) (Khomsan, 2002).
 Fullday school merupakan suatu sistem pendidikan yang  waktu belajar siswa lebih panjang dibandingkan dengan pendidikan pada umumnya, yaitu selama 5-6 jam (Bolldi et al, 1999 dalam Prasetyowati), dengan demikian anak akan banyak menghabiskan waktu di lingkungan sekolah, selama   orang tuanya bekerja hingga sore hari. Sistem ini memberikan adanya fasilitas makan siang yang sangat penting bagi anak sekolah dasar (Prasetyowati dan Gunanti, 2003).
Makanan yang diberikan di fullday school memberikan kontribusi yang penting, makan siang memiliki kontribusi sebesar 2/5 dari total konsumsi makanan dalam sehari dengan asumsi makan siang lebih besar dari makan pagi 1/5 dan sama dengan makan malam 2/5. Frekuensi dan waktu makan yang bergizi yang memenuhi kebutuhan energi dan protein yang dianjurkan (Prasetyowati dan Gunanti, 2003).
Penelitian mengenai efektivitas PMT-AS memperbaiki status gizi di sebuah SD Negeri di Medan. Hasilnya, siswa yang tidak pernah sarapan pagi 57,50 %. Fenomena ini berpengaruh pada status gizi. Ternyata mereka yang mengalami status gizi kurang kalori, kurang protein, kurang zat besi, dan kurang vitamin A, prevalensinya amat tinggi, masing-masing 50 %, 55 % , 25 %, dan 40 %. Sementara itu, status gizi kurang yang dihitung berdasar    berat badan/umur (BB/U), prevalensinya lebih tinggi lagi, 62,5 % (Prasetyowati dan Gunanti, 2003).
Besarnya angka prevalensi status gizi kurang ini tidak berbeda dengan kondisi yang terjadi secara umum di Indonesia. Hasil survei gizi yang dilakukan di beberapa daerah di Pulau Jawa menunjukkan, konsumsi kalori, protein, zat besi, dan vitamin A, umumnya rendah dibanding kecukupan gizi yang disarankan Widya Karya Pangan dan Gizi 1998 terutama pada golongan rawan biologis dan rawan pangan (Sibuea, 2003).
Tingginya prevalensi kurang gizi pada anak usia SD berkorelasi dengan jenis makanan pendukung PMT-AS. Hasil penelitian menunjukkan jenis makanan kudapan pendukung PMT-AS didominasi produk olahan nabati. Meski ada bahan yang digunakan berasal dari hewani dan ikani-seperti daging, susu, telur, mentega, dan udang, pada jenis makanan kudapan lepat jagung, tahu isi, bakwan sayur, perkedel kentang, lepat ubi, pastel sayur, dan bolu ubi, namun jumlahnya relatif kecil. Makanan tersebut menyebabkan rata-rata kandungan protein dalam menu PMT-AS hanya 3,76 gram dan kandungan energinya, rata-rata 228,14 kalori. Padahal, agar dapat diterima sebagai makanan kudapan pendukung program PMT-AS, produk tersebut harus mengandung 5 gram protein, 300 kalori energi, dan sejumlah vitamin (terutama vitamin A), dan zat besi (Sibuea, 2003).
Salah satu upaya dalam mengatasi masalah gizi adalah melalui Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT AS). PMT AS bukan hanya memberikan makanan tambahan tetapi juga bertujuan mendorong kemandirian masyarakat untuk secara swadaya melanjutkannya setelah program bantuan pemerintah selesai, yakni bantuan pemerintah secara bertahap dikurangi dan swadaya masyarakat atau keluarga semakin meningkat (Hartati, 2000).
Gizi yang cukup sangat penting bagi kesehatan, dan kesejahteraan. Setiap orang akan cukup gizi jika makanan yang dikonsumsinya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal (Suhadjo, 1996).
Periode anak usia sekolah didapatkan banyak permasalahan kesehatan yang sangat menentukan kualitas anak di kemudian hari. Masalah kesehatan tersebut meliputi perilaku hidup sehat, gangguan infeksi, gangguan pertumbuhan, gangguan perkembangan, gangguan perilaku dan gangguan belajar (Gustian,2006).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar